Terjebak di Pulau

Posted by :

Unknown

Date:

Jumat, 24 Agustus 2012

0 komentar



"LEEEEEEN!!!!" Seorang gadis berambut kuning berteriak menembus hujan, suara guntur yang menggelegar dan angin kencang serasa hampir menenggelamkan kapal dan mengguncang-guncangkannya. "RIN! *blubblubblub* To.. *blubblubblub* Long!!! *blubblubblub*" Dan seorang pemuda berambut kuning pula gelagapan di tengah ombak dan badai, rupanya Len terjatuh dari kapal, dan meskipun dia bisa berenang, derasnya hujan dan kencangnya ombak mengombang-ambingkannya dengan kejam. "Ini Len!! Tangkep!!" Rin melemparkan sebuah pelampung kuning. Len menangkapnya, membiarkan dirinya terselamatkan dari kejamnya dorongan ombak. 

"PAK! PAK! BERHENTI DULU!!" Seorang wanita berambut merah menghambur masuk ke anjungan kapal, setelah menemui nahkodanya, ia menamparnya. "PAK!! Saya bilang berhenti dari tadi!! Ada yang jatuh dari kapal!!" Meiko mengguncang-guncangkan badan si nahkoda. "Maaf, saya tidak bisa melakukannya! Ampun!" si nahkoda menutupi wajahnya dengan tangannya. "Pak saya mohon Pak, hentikan kapal.. Ada yang jatuh, dia, dia adik saya." Setetes air mata menetes dari mata wanita itu. "Saya nggak mau kehilangan.. Keluarga saya lagi.." Wanita itu terisak-isak. "Maaf bu, saya tidak bisa berbalik, kami semua sudah terguncang ombak, apabila kita kembali, semua orang bisa mati!!!" si nahkoda menjelaskan dengan panik. "Nahkoda Oliver, saya mohon! Kembali! Kasihan adik saya.." Sang wanita kembali memohon, kali ini menyebutkan nama si nahkoda yang tertulis di nametag nya. "Maaf, Bu Meiko. Saya tidak bisa melakukannya.." Oliver berkata dengan lembut, turut memanggil nama wanita itu yang tertulis di topi yang ia kenakan. Meiko kembali menangis, lalu, dengan marah ia keluar dari anjungan kapal, dan mengatakan beberapa kata di ujung tangga: "5 bulan lalu saya kehilangan 2, sepupu saya yang berambut biru dan ungu. Dan sekarang saya harus kehilangan.. Adik saya yang berambut kuning! Dalam kapal ini juga, dan Anda juga yang menjadi nahkoda! Anda harusnya malu!!" Lalu Meiko langsung keluar dari anjungan. Si nahkoda melongo tetapi kembali ke kursi mengemudinya "Ya Tuhan.. Saya tak pernah bermaksud menyakiti siapa-siapa.." dan setetes air mata menetes dari matanya yang tidak cacat.

Meiko berlari keluar menghampiri Rin, Rin menangis-nangis sambil menunjuk-nunjuk 1 titik kuning di kejauhan. Seketika seorang gadis berambut tosca dan pink turut bergabung. "Rin.. Rin.. Jangan nangis.." si gadis tosca memeluk Rin. "Kak Miku.. Gi, gimana aku nggak sedih.. 5 bulan lalu kita kehilangan Kak Kaito sama Om Upo, aku nggak sanggup kehilangan Len lagi.." Rin menangis dalam pelukan Miku. "I, iya Rin. Aku ngerti." Miku mengeratkan pelukannya, dan mereka menangis bersama-sama. Meiko dan si gadis pink ikut menangis melihat adegan itu. "Semua salahku.." Meiko berteriak. "Kamu nggak salah apa-apa Meiko.." si wanita pink menenangkan Meiko. "Kamu salah Luka! Semua salahku!! Aku nggak pernah bisa nyuruh nahkodanya balik arah buat nyelametin mereka, sekarang, juga 5 bulan yang lalu." Meiko mengangkat wajahnya. "Seenggaknya kamu kan udah nyoba Meiko.." Luka memeluk Meiko, dan Meiko membalas pelukannya. "Aku kangen Mas Upo." Luka berbisik. Meiko tersentak, "Aku, aku juga kangen mereka, dan menurutku pasti Miku sama Rin lebih kangen lagi.." balas Meiko. Mereka menangis di tengah hujan, mengabaikan kerumunan orang lain yang memerhatikan mereka. Lalu Meiko melepaskan pelukannya. "Pokoknya aku nggak mau tau! Mereka harus hidup!!"

Sementara itu..

"Eh Ngu, kamu mimpi sesuatu nggak semalem?" seorang pemuda berambut biru bertanya santai kepada seorang berambut ungu. "Iya.. Kamu mimpi apa Ru?" si pemuda berambut ungu balas bertanya. "Aku, aku, aku mimpi.. Aku ada di apartemen gitu, lagi main PS sama cewek yang rambutnya pirang terus dikuncir. Tapi aku nggak tau nama tu cewek siapa.." jawab Biru. "Nah lo, Ru? Cewek lagi. Kemaren kamu mimpi jalan sama cewek rambutnya tosca, terus kemarennya lagi kamu mimpi lagi ditampar sama cewek rambutnya merah tapi habis nampar kamu mohon maaf banget sama tu cewek.. Apa tuh maksudnya? Siapa mereka?" goda Ungu. "Oh. Apa jangan-jangan, di masa lalu.. Aku ini cowok cabul lagi?? Ya ampun Ungu!! Aku bukan cowok cabul! Aku nggak mau!" Biru berkata panik. "Halah.. Siapa yang ngomong kamu cowok cabul?" Ungu mengangkat alisnya. "Heh! Kalo aku jalan sama 3 cewek sekaligus, apa namanya nggak cabul??" Biru memegang kepalanya. "Yaa siapa tau yang 2 di antara mereka mantan kamu.. Terus yang merah itu tetanggamu yang suka ngamuk gitu mungkin." Ungu mengangkat 2 tangannya. "Kalo mereka mantanku, sama aja.. Berarti aku ganti-ganti pacar. Ya ampuun tobaat tobaat." Biru menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kalo aku, aku mimpi, lagi di pesta pernikahan.. Sebenernya hampir tiap hari, sama, cewek rambut pink." Ungu memulai. "Hah!! Kamu, kamu udah nikah??" Biru terperanjat. "Hei.. Mana kutau? Ini kan yang ada di mimpiku? Kalo misalnya itu ternyata masa laluku gimana?" Ungu membela dirinya..

Biru dan Ungu, setidaknya itu panggilan sehari-hari untuk mereka. Tentu saja itu bukan nama asli, mereka terdampar di pulau terpencil ini 5 bulan yang lalu, sedang berlibur dalam perjalanan kapal pesiar, tetapi suatu badai yang kejam mengempaskan mereka keluar dari kapal. Dan, beginilah mereka sekarang, terdampar di pulau tak berpenghuni, amnesia dan tidak ingat apa-apa, menunggu bantuan yang tak kunjung datang. Sekarang mereka sedang berjalan-jalan santai di pinggir pantai, menikmati pantai pagi yang berangin, tentu saja, nyeker.. Tiba-tiba, mereka melihat seseorang terjerembap di pinggir pantai.

"Eh Ungu Ungu, apaan tuh?" celetuk Biru. "Apa? Aku nggak liat apa-apa." Ungu menyipitkan matanya. "Ih itu, yang di pinggir pantai.. Yang kuning-kuning itu lho.." Biru menunjuk. "Kuning-kuning ngambang.." Ungu bersenandung. "Aah tau ah." Biru berlari mendekati orang itu, setelah merasa cukup dekat, Biru membalikkan badan orang itu dan menyeretnya ke tengah. "Eh, emang dia belom mati?" Ungu mengejar Biru. Biru mengamatinya, "Belom. Tapi.. Kapan ya aku pernah liat orang ini? Dia.. Rambut kuning, tapi mukanya.. HAH!!" Biru mundur 3 langkah. "Kenapa?" Ungu mengangkat alis. "Hieee!! Ini kan cewek yang di mimpiku semalem. Ke, kenapa dia bisa ada di sini??" Biru masih terlonjak. Ungu berjongkok dan mengamati 'gadis' ini. "Cewek dari mana? Ini cowok.." Ungu memandang Biru dengan tatapan mencela. "Nyeh.. Aku maho dong??" Biru semakin terlonjak, mukanya pucat. "-_- Nggak lah.. Siapa tau dia temenmu." "Tapi, cowok dari mana? Sekarang rambutnya diurai, tambah kayak cewek!!" Biru memprotes. "Liat dong postur badannya. Cewek dari mana? Kamu ini Ru." Ungu berdiri. Biru mengamati orang itu, "Hmm.. Nggak ah.. Dia itu cewek, tunggu sampe denger suaranya, pasti suara cewek." katanya ngotot. Ungu memutar bola matanya.

Orang itu mulai bergerak. "Ru, Ru, dia gerak.." Ungu menunjuk. "Eeeuh.. Uuuh.. Aku, aku, aku dimana?" Ia tersentak. Hal yang pertama dilihatnya, wajah Biru dan Ungu yang memelototinya.. Lalu ia terbangun, dan memperhatikan Biru dan Ungu. "Kak Kaito!! Om Upo!!" ia berteriak. "Hah? Siapa Kaito?" Biru bertanya. "Yang dimaksud Om itu aku ya?" Ungu heran. "Huaaaaaa!! Beneran kalian!! Kalian masih hiduup!!" orang itu berteriak, dan menghambur memeluk mereka. "Aku kira kalian MATI!! MATI!! Kak Kaito!! Om Upo!! Vocaloid nggak lengkap tanpa kalian!!" Pemuda kuning itu histeris. Tapi, Ungu mendorong pelan orang itu dan menatapnya sinis. "Kamu siapa? Sok sok peluk? -_-" "Eeeh Ungu. Kita nggak boleh kasar sama pengunjung.." Biru tersenyum pada si pemuda. "L, loh? Ja, jadi kalian nggak inget aku?" Senyum memudar dari wajahnya ketika si pemuda mengatakan hal itu. "Mmmm.. Aku pernah sih liat kamu sekali, kamu cewek yang pernah muncul di mimpiku. Yang rambutnya dikuncir." Biru menatap orang itu penuh harap. "Ru, kok kamu nanyanya konyol banget sih?" Ungu mengomelinya. "Tu, tunggu? Kenapa kalian manggil satu sama lain Biru sama Ungu? Kenapa kalian nggak inget aku? Kalian amnesia? Dan satu hal Kak Kaito, aku ini cowok!!" si pemuda bertanya kebingungan. Biru tersenyum padanya, "Jadi kamu cowok to? Oooo.." "Aaah ya ampuun.. Kak Kaito bener-bener nggak inget aku?" Pemuda itu berkata dengan putus asa. "Looh.. Emang kita pernah ketemu dimana?" Biru bertanya dengan polos. "Aduuuh.." si pemuda menenggelamkan wajah ke telapak tangannya. "Aku Kagamine Len. Orang yang tinggal seapartemen sama kalian. Kamu.." Ia menunjuk ke Biru "Shion Kaito, seseorang yang udah aku anggep kakak di apartemen kita. Terus kalo kamu.." Ia menunjuk Ungu "Kamui Gakupo. Om Upo udah menikah. Om nikah sama orang rambut pink namanya Megurine Luka. Dan kita semua udah kayak keluarga di apartemen itu, sama Kak Meiko, Kak Miku, dan Rin."

#__#__#__#__#__#__#__#

"Jadi namaku itu Kaito?" Biru, yang kini mulai terbiasa dipanggil 'Kak Kaito', mengangguk-angguk. Selama 15 menit yang berlalu, Len sibuk menceritakan tentang masa lalu mereka dan bagaimana dia bisa ada di pulau ini, selagi mereka berjalan ke tengah pulau, dimana Ungu atau sekarang Gakupo mendeklarasikan bahwa mereka akan mengantar Len ke 'rumah' mereka. "Terus aku Gakupo." Gakupo mengangguk-angguk juga. "Iya Kak." Len tersenyum cerah, senang bahwa setidaknya Kaito dan Gakupo percaya semua cerita yang ia ceritakan. "Len, kita udah mau nyampe." Gakupo mengingatkan, sambil terus membelah sesemakan dengan tangannya untuk membuka jalan. Sedangkan Kaito berjalan di sebelah Len. "Kalian beneran bikin rumah?" Len masih merasa takjub. "Aku nggak mau tinggal di tempat kayak gini tanpa bikin rumah." Gakupo menjawab. "Berapa lama kalian bikin rumah?" tanya Len. "Nggak tau. Kira-kira 2 bulanan. Tapi itu cukup buat manjangin rambut Gakupo dari sepantat sampe setengah paha. Hahaha." Kaito nyeletuk. "Kaito, nggak usah ngumbar-ngumbar aibku deh." ujar Gakupo tanpa menoleh. "Dulu dia rambutnya sepaha lho. Sampe akhirnya suatu saat pas lagi nyari buah buat makan siang, dia berebut sama pejantan gorila yang lagi nyari buah. Gorilanya ngambek, terus dia dikejar-kejar gorila, rambutnya keinjek, terus dia gulat sama gorila. Pulang-pulang babak belur, aku langsung disuruh motong rambutnya.." Kaito bercerita dengan santai. "Kaito, Stop. Nah, Len. Kita udah sampe." Gakupo berdiri di balik semak terakhir, dan ketika Len sudah berdiri sejajar dengan Gakupo, ia melihat rumah pohon terhebat sepanjang masa..

To be continued..

Biar Miskin Tapi Hepi~(part 1)

Posted by :

Unknown

Date:

Senin, 09 Juli 2012

0 komentar

 "Leeen~!! banguun! Sudah pagi!! " teriak kak Meiko dari dapur. Karena saking kencengnya teriakan kak Meiko Len pun bangun. "Uhh... masih pagi kak! Kenapa teriaknya kenceng banget sih? untung kita tinggalnya di atas bukit.. jadi nggak ada yang denger!" "Haha kan kaak lagi masak sarapan kalian, kalau ditinggal nanti gosong! Udah sana bangunin kaito ! Kalian habis sarapan harus kerja dulu di ladang kan?" "iya iyaaa". Habis itu Len langsung lari ke kamar kaito yang bersebelahan dengan kamarnya. "Kaaak kaitooo!! BANGUUN!! Udah siaang!! kak Meiko marah-marah! Ayoo!! banguun!! " Len mengguncang-guncang badan kakak laki-lakinya itu sampai jatoh. "Aaah!! Aduuh!! sakiit! dingiin! tapi sakit!! uh.. Len! kenapa aku dijatohin?! T_T kan lagi mimpi indah!" "Kak meiko marah-marah tuh! lagian juga kita habis sarapan harus ngebantuin paman Upo di ladang kan? emang kakak mimpi apa?" "Aku mimpi ketemu putri Miku~ dia cantik banget!! Lugu and polos lagi!" "Tau dari mana putri Miku kayak gitu? kan kakak belum pernah ketemu sama dia... =__=" "Ketemu di mimpi udah cukup~ Tapi kalo ketemu beneran... Kyaaa~!!><" Kata Kaito sambil meluk-meluk gulingnya.

 "Akhirnya kaito kamu bangun juga.." "Hehe iya kak meiko~ lagi mimpi indah soalnya!" "Udah sana cepet makan habis itu bantuin paman di ladang!" "iyaa" "Itadakimaasu~!" Kata mereka bertiga bersamaan. Btw sarapan yang disiapin kak Meiko itu : Salad sayur(Tomat cherry, selada, kentang, wortel, dan kacang polong), Roti, Soup sayur(kentang, kacang polong) dan Segelas susu hangat. Sebenernya itu sarapan mereka sekeluarga (termasuk Bibi Luka dan Paman Upo) setiap hari, walaupun sederhana itu memang menu favorit mereka. Memang mereka agak miskin tapi mereka hepi-hepi aja tuh dengan gaya hidup mereka. "Pamaaan!! Kita bantuin yaaa!" seru Kaito pada paman Upo. "Boleeh! Kalian bantuin paman nanem bibit yak!" "Okee deh pamaan!" Seru Kaito dan Len bersamaan. "Len! Kamu bagian nyangkul aku yang nanem ya!" "Heh?! Curaang!! Kan kakak badannya lebih besar dari aku!!" "Yaah~ Ayolah Leen~! Aku kan fragile~!" "Halah.. alesan! Kalo alesan lagi aku buang persediaan eskrim kakak selama setahun!" "Gyaaa!! Jangaaan!! Huweeee!! Jangaan!! Iya iya aku yang nyangkul!" kata Kaito ngerengek-rengek sambil meluk Len. 'dasar... aku punya kakak kok kayak gini sih?-_-' ."Hora! Jangan berisik aja! Sana cepat bantu paman kalian!!" gertak bibi Luka."Hahahah Luka.. nggak usah begitu juga.. biarin mereka masih anak-anak ini! Ayo Kaito Len! Bantu paman keburu bibi kalian marah!=)" "Siaap Paman!" kata Kaito dan Len bersamaan sambil tersenyum.

 Sebenarnya kak Meiko, Kaito dan Len itu bukan anak, keponakan, maupun kerabat bibi Luka dan Paman Upo, mereka bertiga hanya seorang yatim piatu yang ditemukan di dalam hutan oleh paman Upo saat mencari kayu bakar untuk rumah mereka dan dijual. Karena bibi Luka dan paman Upo hanya tinggal berdua saja dan mereka kesepian mereka memutuskan untuk mengadopsi mereka bertiga. Walaupun keadaan bibi Luka dan paman Upo yang sangat memprihatinkan miskin mereka berlima sangat enjoy menikmati keadaan mereka saat ini.

 Sementara itu di kota pusat negara Vocaloid yang kecil, Putri Miku dan dua pelayannya yaitu Rin dan Gumi sedang berjalan-jalan nyari udara segar dari istana yang ketat peraturan itu. "Rin.. Gumi.." "Iya yang mulia?" jawab Rin dan Gumi bersamaan. "Aku bosen tinggal di istana yang penuh peraturan itu.. minggat yuk..=3=".
hening seketika..." YANG MULIA GIMANA SIH?! ANDA SEORANG PUTRI!! MASA' MAU MINGGAT?!" "IYA!! KAN ANDA SESEORANG YANG TERHORMAT!!" "tapi aku bosen di istana.. makanannya itu itu melulu! terus peraturannya ketat banget!" "Tapi yang mulia.. kalau mau kabur memangnya mau tinggal dimana?" "eh.. oh iya ya.. aku mau tinggal dimana?" "ya ampun yang mulia ini... baka.." "uuh..". Sehabis mereka bertiga membeli daun bawang yang putri Miku suka mereka pun kembali ke istana. "Aku pulang..." kata putri Miku. "Miku! Kamu kemana saja?! kakak khawatir tahu!! tiba-tiba ngilang gitu!" bentak    kak Mikuo(Raja negri vocaloid, kakaknya putri Miku, mukanya lumayan identik). "Maaf kak.. aku cuma nyari udara segar.." "Ya tapi kan kamu bisa izin sama kakak dulu!!" "Kan aku bisa pergi sendiri! aku bukan anak TK lagi!!" "Sudahlah! diomongin kayak apapun kamu bakal ngebantah kakak terus! sana masuk kamarmu!! kamu gak boleh keluar istana selama sebulan!!"  "Kakak iblis!!!"putri miku langsung lari ke kamarnya. "Kamu itu yang kepala batu.." gumam kakaknya. 

 Malam itu putri Miku langsung ngerencanain kabur dari istana ngajak Rin sama Gumi pelayannya. "Rin! Gumi! bantu aku mengepak baju-bajuku!" "Memang mau kemana?" "Kabur!" "Heee?!!" kedua pelayannya pun terkejut. "Aku males sama kakak iblis yang ketat peraturan... gak bebas!" BLETAK! Gumi menjitak kepala majikannya itu. "Yang mulia gimana sih?! egois banget!! Dia itu keluargamu satu-satunya tau!!" "t-tapi kan... dia.. iblis..." "Dasar putri egois! Dia begitu karena dia sayang and care sama putri egois kayak kamu! karena dia tau! kamu cuma punya dia buat ngelindungin kamu! trus dia cuma punya kamu untuk dilindungi! Baka!!" walaupun kalem Gumi ternyata agak pedes ya kalau jengkel. Miku pun langsung menangis dan Rin hanya panik untuk menenangkan si putri egois itu.

[Menurut kalian yang udah baca gimana? tolong kasih comment ya! biar ku lanjutin]

Kecemburuan Meiko

Posted by :

Unknown

Date:

Kamis, 28 Juni 2012

0 komentar

“Kaito..!! Kamu belom nyuci baju minggu iniii!! Giliranmu nyuci baju!!” Meiko memanggil-manggil Kaito di apartemen mereka. “KAITOOOO!!” Meiko berteriak. “Lho? Kak Meiko, bukannya Kak Kaito lagi kencan ya sama Kak Miku?” Len berteriak dari balik PSPnya. “Hah? Masa’ iya mereka kencan lagi? Hellooooo ini kencan kesepuluh mereka dalam sebulan!! Pacaran macam apa itu? Maniak??!!” Meiko marah-marah. “Yah kak, santai aja lah kak.. Kata Kak Kaito sih tadi, pas berangkat katanya dia mau nemenin Kak Miku ke supermarket buat beli daun bawang.” Len menjawab dengan santainya. “Yaa tapi kenapa aku terus yang kedapetan nyuci baju, nyetrika, nyapu, ngepel, apartemen ini milik kita bersamaaa!! Mentang-mentang liburan dari Master, nggak pernah bersih-bersih.” Meiko semakin berapi-api. “Kenapa kakak nggak nyuruh aku bantuin kakak?” Len berkata sambil mematikan PSP-nya. “Ta, tapi kan kamu, lagi asyik main PSP.” Meiko tersentak dan menatap Len. “Kalo kakak nyuruh aku dari tadi sih, aku juga udah bantuin kakak nyuci baju. Sini mana bajunya?” Len berdiri. “Mmmm.. Di situ.” Meiko menunjuk keranjang yang penuh dengan cucian kotor. Maklum, di apartemen mereka tinggal Meiko, Miku, Len, Rin dan Kaito. Dulu sebelum Gakupo dan Luka menikah, mereka juga tinggal di apartemen itu. “Weleh -__- Sekarang aku ngerti penderitaan Kak Meiko, oke, bentar ya kak aku mau nyuci dulu.” Dan Len berjalan melewati Meiko yang cengok.

Meiko menggelengkan kepala. “Dasar anak baik. Rin aja nggak pernah serajin itu.” Meiko berkata pada dirinya sendiri. Meiko lalu mengambil sapu dan mulai menyapu lantai. ‘Ugh.. Kenapa sih dari dulu aku selalu mikirin Kaito? Kenapa kalo denger Kaito kencan sama Miku, perasaanku campur aduk? Ada marah, kecewa, apa-apaan tuh? Nyusahin aja.’ Meiko berkata dalam hati. ‘Apa aku suka sama Kaito? Aaaaah nggak nggak. Buat apa suka sama orang nggak berguna kayak gitu? Yang nggak pernah nepatin janji mau bantuin bersih-bersih.’ Meiko menggeleng dan mulai melupakan masalah itu, lalu ia melanjutkan pekerjaan menyapunya.

Jam menunjukkan pukul 7 malam. “Aku pulaaaaaaang..” Miku masuk apartemen dengan ceria. “Aku juga.” Kaito berkata datar sambil membawa 1 keranjang daun bawang dan beberapa fast food lainnya. “Weee Kak Miku udah pulang.. Bawa apa tuh kak?” Rin kebetulan juga sudah pulang dari nge-mall sama Gumi, temannya. “Bawa daun bawang impor. Waah ini kualitas tinggi loh. Lebih mahal.” Miku menjawab ceria. “Kaito, makasih ya udah beliin aku daun bawang nya.” Miku tersenyum. “Mmh, iya sama-sama Miku.” Walaupun semua itu menghabiskan seluruh isi dompetnya. “Kalian dari mana aja?” Meiko berkacak pinggang di dapur. “Supermarket.” Kaito menjawab tanpa rasa bersalah. “Kaito, kamu lupa hari ini kan giliranmu nyuci baju?” Meiko memelototi Kaito. “Eh? Masa’ iya sih?” Kaito kebingungan, ia mengecek kalender. “Oooo iya.. Ya ampuuun. Aku lupa Meiko, sini mana cuciannya..” Kaito berjalan ke dapur membawa sekeranjang daun bawangnya, siap ia taruh di lemari es. Meiko kembali ke pekerjaan memasaknya, dan Kaito tercengang melihat Len di dapur membantu Meiko. “Udah Len, sana kamu main sama Rin.” Meiko tersenyum pada Len. “Iya makasih ya kak.” Len mengangguk, lalu berjalan keluar dapur dan bergabung bermain dengan Rin dan Miku.

“Eeeh maaf banget Meiko aku lupa kalo hari ini bagianku.” Kaito meminta maaf. Meiko hanya terdiam dan memasang muka sinis. “Meiko?” Kaito terheran. Akhirnya Meiko berbicara, “Kamu kemana sih kalo kencan sama Miku, bisa seharian gitu?” “Yaaaah biasanya makan siang, terus ke supermarket, kadang ke Taman Impian. Aku udah paling seneng kalo kita ke Rumah Hantu..” Kaito tersenyum-senyum sendiri. “Aku nggak nanya kamu kemana aja sama dia.” Meiko mengomel sebal. “Woi, napa sih kamu? Masalah banget kalo aku jalan ama Miku.” Kaito menyerang Meiko. “Ih, apaan? Aku cuma nanya kok.” Meiko mulai emosi. “Oooh ya udah nyante dong mukanya. Meiko yang aku kenal nggak kayak gitu. Meiko yang kukenal pas SMP orangnya enjoy, walaupun pendiem, serem, nggak ada senyum-senyumnya, jahat, kejam, pemarah. Hahahaha..” Kaito mencoba membuat Meiko tertawa. “Diem nggak? Ato nggak keluar dari dapurku!” Meiko mulai mengancam, tapi.. Pisau yang ia pegang dia acungkan ke arah Kaito. “I, iya iya. Maap maap.” Kaito pucat. Meiko menurunkan pisaunya. ‘Ya ampun. Hawa pembunuh apa itu tadi?’ Kaito berkeringat. Lalu Kaito melakukan pekerjaannya, yaitu mencuci piring.

Semenjak kejadian itu Meiko tidak tersenyum sedikit pun ataupun berbicara. Dan Kaito, yang punya firasat nggak enak. Jaga jarak dari Meiko saat makan malam, tapi, bahayanya, malah deket-deket ke Miku. “Miku, aku sebelahmu ya..” Kaito membawa piringnya ke sebelah Miku. Miku mengangguk. “Makasih ya Kaito udah beliin aku daun bawang impor, lumayan tuh buat temen makan besarku.” Miku tersenyum menunjuk ke piringnya. “Iya sama-sama Miku.” Kaito tersenyum. “Eh, Miku, kamu nggak nyadar ya kalo makan daun bawang bikin keringetmu bau tau. Bau kecut kayak orang nggak pernah mandi. Oya Kaito, bukannya uangmu itu buat beli es krim kesukaanmu yang rasa vanilla yang enak yang nggak gampang meleleh itu? Gimana sih, uang kok cuma buat beli daun bawang nggak mutu?” Meiko menyindir pedas di tengah suapan makanannya. “Me, Meiko. K, kok ngomongnya kayak gitu?” Miku memasang muka panik. Sedangkan Kaito memelototi Meiko. “Yah, cuma biar kamu sadar kalo beli daun bawang banyak-banyak nggak bagus.” Meiko memelototi Miku dan mencengkeram garpunya. Rin, yang duduk di sebelah Meiko, duduk lebih jauh dan mendempet ke Len. Sedangkan Len, mengunyah makanannya cepat-cepat agar tak terlibat. “Aku masih ada banyak simpenan di bank. Emangnya kamu? Kere’?” Kaito menyindir balik. “Aku juga ada di dompet sama di bank.” Meiko mengendurkan cengkeramannya. “Aku duluan makannya. Udah nggak napsu.” Meiko membanting garpunya, lalu pergi dan masuk kamar.

“Apaan tuh??” Kaito memandang piring Meiko yang masih setengah sambil mengernyit mendengar bunyi pintu kamar dibanting. “Serem amat Kak Meiko.” Rin mengernyit juga sambil menjauh dari Len dan makan dengan posisi biasa. “Aku terakhir liat dia kayak gitu pas SMA pas dia nyobek buku paketku, cuma gara-gara pas ulang tahun segala barangnya kuumpetin.” Kaito mengingat masa lalu. “Weleh, segitunya.” Miku angkat bicara. “Iya dia emang sahabatku yang paling kejam sedunia.” jawab Kaito. “Lha emang kakak kenal Kak Meiko dari kapan?” tanya Len. “Dia sesekolah sama aku pas SMP SMA, plus tetangga sebelahku. Terus, di antara cowok yang lain, aku yang paling sering digebukin, tapi, aku yang paling sering dia ajak ngobrol. Aneh dia mah, katanya obsesinya jadi Polwan, tapi nggak boleh sama mamanya. Ya udah dia stuck di Vocaloid sama kita.” jelas Kaito panjang lebar. “Tapi, Meiko nggak suka sama kamu kan Kaito?” Miku nanya frontal. “Hah? Ng, nggak tau deh.” Kaito kaget Miku bertanya seperti itu. Mendengar jawabannya Miku mengangguk. Akhirnya Len mengalihkan topik, “Mmmm.. Hehe, tadi kalian kemana aja?”

Di dalam kamar.. Meiko tiduran telentang di kasurnya. “Baka.. Tadi kenapa aku konyol gitu sih? Aaaaaargh!! Perasaan cewek itu nyusahin!” Meiko membanting guling ke lantai. Meiko menyadari, bahwa keinginan sebenarnya adalah, ia ingin mengobrol dengan Kaito tentang semua yang mereka biasa bicarakan dulu. Cuma, sepertinya Miku bukan tipe cewek yang tomboy sepertinya. Dan tidak akan membicarakan tentang, mmm, anime shonen yang baru terbit, pertandingan tinju, sepak bola, dan semuanya. Dulu, Meiko dan Kaito hidup sederhana, rumah mereka bersebelahan. Jika ada badai, biasanya mereka akan membetulkan antena TV bersama di atap sambil membicarakan tentang pertandingan bola semalam. Atau mereka akan membuat layang-layang dan lomba main layang-layang, malah kadang jika ada kerja bakti, mereka akan membersihkan selokan bersama, menangkap kecebong (?). Apabila Meiko berulang tahun, Kaito akan melakukan sesuatu yang membuatnya marah, dan Meiko akan menggebukinya habis-habisan. Walaupun begitu, Kaito tetap melakukannya setiap tahun. Pokoknya, sahabat deket buanget deh. Tapi kenapa sekarang malah pacaran sama Miku? Kenapa kalo Meiko ulang tahun, dia cuma ngasih ucapan selamat doang? Semua gara-gara Miku! Tapi ia tidak membenci Miku, anehnya. Ia hanya marah pada Kaito. Dan, besok ulang tahunnya, ia berpikir apakah Kaito akan ingat atau tidak.

Esoknya.. Mereka semua terbangun jam 7 pagi. Meiko terbangun lalu nyamperin Miku. “Miku, maap yaa kemaren kata-kataku nggak sopan.” “Mmm.. Yaa nggak papa kok Meiko.” Miku tersenyum. “Makasih ya.” Meiko tersenyum juga. “Meiko, sekarang giliranku nyuci baju ya?” tanya Miku. “Iya kayaknya.” jawab Meiko. “Oke aku nyuci dulu ya.” Miku pergi ke keranjang cucian. “Miku aja inget nyuci masa’ kamu nggak?” Meiko menatap Kaito sinis. Kaito tersedak di minumannya. “Uhuk uhuk. Ehem.. Iya maap.. Kayak kamu nggak pernah salah aja.” Kaito menyindir Meiko, dan langsung pergi keluar apartemen. Meiko tersinggung, dan pergi begitu saja, ia kecewa, karena sepertinya Kaito tidak ingat hari ini hari apa. Meiko pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan, tapi ia heran Rin sudah di sana menyiapkan makanan. “Lho? Rin?” “Kakak istirahat aja sekarang. Aku aja yang masak, kalo keasinan maap.” kata Rin. “Oh.. Bener nggak papa nih Rin?” Rin mengangguk. Lalu Meiko pergi mengambil sapu, tapi ia heran, Len sedang menyapu lantai. “Len? Ngapain kamu?” “Nyapu. Kakak nggak usah kerja dulu aja.” jawab Len. “I, iya deh. Kaito mana?” tanya Meiko. “Tadi katanya keluar mau beli es krim yang nggak gampang meleleh.” Len menjawab santai. “Suka banget kabur dari masalah. Kalo gitu aku mau hajar dia..” Meiko lalu pergi keluar apartemen, lagi-lagi membanting pintu. Rin mengernyit, dan mengatakan “Kak Miku, kalo udah gede, pastiin Kak Miku aja yang nikah sama Kak Kaito. Soalnya kalo Kak Meiko yang nikah sama Kak Kaito, ancur pintunya.”

Kaito berlari keluar dari apartemen. Segera berlari ke jalan raya. Di tangannya, ia membawa semua sepatu kets Meiko di apartemen, dan juga sandal swallow andalan Meiko. Ia berlari menuju ke pertokoan, ke toko es krim favoritnya. Setelah itu, ia berlari ke pinggir sungai, tempat ia biasa melihat ngomongin anime Jepang dulu ketika masih SD bersama Meiko. Kaito duduk di sana sambil pura-pura makan es krim. “KAITOOO!!!!” teriakan Meiko terdengar dari kejauhan, ia berlari sekuat tenaga *ibaratin aja kalo di komik, lari sampe ada asep-asepnya sama marah-marah yang mulutnya kotak itu*. BUAK!! Meiko menendang Kaito. Kaito terpental, “Aaaaaaah.. Es krim kuuu!!!” Kaito berteriak, es krim nya meleleh dan jatuh ke sungai. “Kaito!! Ngapain sih kamu kabur dari apartemen!! Sepatuku dibawa semua, aku ke sini nyeker dikatain orgil tau nggak?? Hiyyaaa..” Meiko menonjoknya lagi. Kaito terjerembab di tanah, pipinya biru. “Kenapa sih Mei? Es krimku jatoh semua tau..” Kaito memprotes. “Aku nggak peduli es krim! Mana sepatuku??!! Itooo!!!” Meiko meneriakkan panggilan masa kecil mereka. “Elah ini ini ini..” Kaito menyerahkan kresek berisi semua sepatu dan sandal Meiko. “Mei, nggak usah emosi dong.” Kaito mengusap bajunya. Rupanya saking ramainya Jepang, tidak ada yang sadar ada dua orang berkelahi di pinggir sungai. “Lagian ngapain kamu nyembunyiin sepatuku?? Aku ngejar kamu sampe sini, nyeker, dikatain orgil..” “Salahnya ngapain ngejar aku?” Kaito nyolot. “Idiiih.. Kalo sama kamu, nggak pernah ada yang aman!” Meiko membentaknya. “Kamu lupa ya, tandanya apa kalo aku ngumpetin barang-barangmu?” Kaito bertanya.  Meiko terdiam, dan ekspresinya melunak, tapi “Nggak!” jawabnya. “Nggak usah pura-pura lupa! Kamu masih marah gara-gara kemaren?” “Iyalah!!” “Kenapa harus marah? Kemaren itu anniv ku yang ke 3 tau pacaran sama Miku.” “Terus??” “Yaa kamu doain biar aku langgeng sama Miku. Kamu harusnya seneng kalo sahabatmu ini bisa pacaran lama. Nggak playboy.” “Nggak mau!!” “Kamu kenapa sih? Nggak suka aku pacaran sama Miku?” Meiko terdiam. “Jawab Mei!” Kaito memaksa. Meiko tidak menjawab. Ia menunduk, pura-pura memakai sepatunya, ia menangis.


Kaito menunduk juga, mendengar isakan dari Meiko, mengira Meiko pura-pura nangis. “Deh. Nangis.. Hahahahaha payah Meiko.” Kaito mentertawakannya. Meiko sekarang berhenti memakai sepatunya, tapi menaruh wajahnya di tengah lututnya, dan menangis keras. Kaito melotot, ia tidak tau Meiko beneran menangis. “Eh eh Meiko.. Maaf..” Kaito mulai panik. Meiko tetap menangis. “Iya iya. Met ultah. Aku cuma mau ngucapin itu kok. Kok jadi kamu yang nangis?” Kaito pura-pura tidak panik. Meiko mengangkat wajahnya. “Bodoh. Ka****t. Go***k. B*go. T**ol!! Ngapain aku nangisin kamu?” Meiko berhasil tidak terisak lagi. “Lha barusan. Jawab Mei, kamu nggak suka aku pacaran sama Miku?” Kaito menanyakan hal yang sama. “Kalo aku jawab nggak suka, emangnya kamu bakal putus?” tanya Meiko. “Nggak lah. Miku itu paling top.” Kaito menjawab jujur. “Terus ngapain nanya gitu ke aku?” Meiko membentaknya lagi. “Nanya aja. Habis kamu selalu marah kalo aku nyebut-nyebut nama Miku. Kan aku nya jadi nggak nyaman.” jawab Kaito. Ekspresi Meiko melunak kembali. “Oh.. Terus?” “Yaa kamu itu sahabat deketku Mei. Nanti kalo aku nikah sama Miku, aku mau nya kamu jadi pengiringnya Miku. Sebelum hari itu, aku harus rukun lah sama kamu.” Kaito senyum-senyum. “Jadi aku ini dimanfaatin cuma buat pengiring pengantin?” tanya Meiko. “Aaaargh. Bukan begitu. Aku ngerti selama ini kamu kesepian. Soalnya aku juga selalu mentingin diriku buat pacaran sama Miku. Jadi..” Kaito menatap Meiko serius, Meiko juga menatap Kaito penuh harap. Kaito terdiam..

“Jadi ntar aku bantuin kamu cari jodoh.” Kaito mengacungkan jempolnya dan tersenyum lebar. Meiko menunduk lesu. “Aku bisa cari jodoh sendiri.” Meiko memalingkan wajahnya. “Eeeehh.. Meiko!! Kamu sahabatku!! Jangan ngambek gitu dong elah..” Kaito mulai panik kembali. Meiko hanya menatap Kaito sinis. “Meiko!!” bentak Kaito. “Iya iya maaf Ito.. Bukannya aku nggak suka kalo kamu pacaran sama Miku. Tapii.. Yah.. Nggak berarti kamu lupa urusan bersih-bersih. Aku.. Aku..” Meiko terbata-bata, ingin sekali mengatakan “suka sama kamu”. “Kamu paling kalo aku yang bersih-bersih kan? Soalnya lantainya jadi kinclong. Iya iya.. Gampang.. Aku janji deh bakal selalu inget jadwal bersih-bersih. Maaf Mei soal kemaren. Kamu nggak marah lagi?” tanya Kaito bersemangat. “Iya nggak.” Meiko akhirnya menjawab.  “Siip. Kamu jadi pengiringnya Miku ya kapan-kapan??” Kaito kembali bertanya hal itu. “Iya udah.”  Meiko mengangguk. “Siiipp.. Pulang yuk. Kita bersih-bersih.” Kaito tersenyum. Dan Kaito mulai berjalan. Ctak!! Meiko menjitak Kaito “Itu buat sepatuku. Ya udah ayo pulang. Jangan lupa bersih-bersih lagi.” Meiko mengingatkan sambil pura-pura ketus. “Siip.. Nanti aku jodohin kamu sama kakakku deh.. Akaito, biar kamu nggak kesepian lagi.” Kaito tersenyum. Meiko tersenyum miring ke Kaito. ‘Ya udah nggak papa. Yang penting dia masih inget ulang tahunku.’ Dan Meiko memutuskan untuk tidak marah lagi.

Sesampainya di apartemen.. “Kami pulaaaang..” Kaito berteriak girang. Apartemen gelap.. Seketika lampu dinyalakan. “SELAMAT ULANG TAHUN MEIKO!” dan Len, Rin, Miku berteriak. Di meja depan TV, 2 botol Coca-Cola yang besar diberi pita. Dan beberapa makanan disiapkan di meja makan.. Meiko kaget. “Hah? Apaan nih?” Ia berseri-seri. “Kan kamu ultah Meiko.” jawab Miku. “Ngapain repot-repot? Kerjaanku di sini kan cuma marah-marah doang..” Meiko kaget sekali. “Yaah kita sadar kalo selama ini selalu kamu yang bersih-bersih. Jadi kita siapin ini semua deh.” jawab Miku. “Waah makasih..” teriak Meiko. “Kak Meiko, itu ayo sarapan bareng.” Kata Rin. Dan mereka berjalan ke meja makan. Sekarang Kaito duduk sebelah Miku lagi, dan Meiko di sebelah Len dan Rin. Tapi sepertinya ia tidak keberatan.

“Kak, gimana bisa baikan sama Kak Kaito?” Len berbisik pada Meiko. “Yaah.. Kalo kamu suka sama orang Len, kamu rela ngapain aja.” Meiko menjawab. “Ooh.. Jadi Kak Meiko suka sama Kak Kaito..” Len menyuap makanannya. “Iyaah gitu lah. Jangan bilang siapa-siapa ya.. Tapi aku udah seneng dia inget ultahku. Kalo Len suka sama siapa?” Meiko bertanya. “Mmm.. Kalo suka maksudnya gimana sih kak?” tanya Len. “Yaaah.. Ada cewek yang kamu suka nggak?” Meiko memperjelas. “Selama ini aku sayang banget sama Rin.” Len menjawab tanpa mengerti maksudnya. “Euh.. Ya paling ntar kamu nemu sendiri.”



Sepanjang hari itu mereka lewati dengan bersih-bersih. Liburan dari Vocaloid sudah selesai, besok mereka akan masuk kerja lagi. Dan mereka siap untuk bekerja. Sepertinya mulai hari ini, Meiko juga tidak keberatan kalau Miku dan Kaito pacaran J



NB: Selesaii deh. Maaf kalo ada yang nggak setuju sama cerita ini. Kalo mau kritik atau apapun silakan. Aku nerima kritikan apa aja. Maaf kalo agak garing ato sok sinetron. Selamat membaca.. :D Oya, “baka” itu bahasa Jepangnya “bodoh”

Latar Belakang Kaito n' Gakupo

Posted by :

Unknown

Date:

Jumat, 22 Juni 2012

2 komentar

Di suatu siang yang terik tapi berangin, Kaito dan Gakupo sedang beristirahat di padang rumput hijau nan subur di pinggir kota. Tepatnya mereka beristirahat dari shift pagi mereka bekerja di Oishii Sushi, kedai sushi kecil milik Bu Meiko yang gualak abiss.. Shift mereka di sana hanya jam 08.00-10.00 pagi, dan jam 14.00-18.00 di sore hari. Kaito sedang memandangi tangannya yang lecet-lecet karena mencuci piring terlalu banyak, dan Gakupo sedang memandangi juga tangannya yang kapalan karena memotong sushi sampe napsu.

“Aaah, Po, kapaaan ya Master ngasih kerjaan buat kita, katanya di Vocaloid nyanyi semua, mana buktinya? Len Rin Miku mulu yang disuruh nyanyi.” Kaito mengeluh. “Tau yaak.. Kita nggak disuruh nyanyi sama sekali.. Maklumin dong, Master, kita kan butuh uang juga. Malah jadi nyasar kerja ke kedai sushi nya Bu Meiko, galak banget lagi.” Gakupo ikut-ikutan. “Iya, pantes Bu Meiko masih single, lha orang ngamuknya kayak kingkong gitu..” Kaito nyeletuk. “Bahahaha dalem To.. Tapi.. Bener juga sih..” Gakupo manggut-manggut. Mereka terdiam agak lama..

“To.” Gakupo memanggil. “Apa?” Kaito mengambil posisi rebahan sambil 2 tangan di bawah kepala. “Pernah nggak sih mikir kalo Master itu ngasih kerjaan ke orang kaya doang?” Gakupo tengkurep sambil main-mainin putri malu *MKKB yak* “Iya. Kita yang miskin-miskin nggak pernah dikasih kerjaan apa-apa..” Kaito mengangguk.

“Loh!!” Mereka teriak bareng-bareng.

“Kaito!! Kamu orang miskin??” Gakupo cengok sambil ngeliatin Kaito. “Eeeh siapa bilang?? Aku orang kaya kok.  Bajuku yang buat nyanyi bagus, nggak kayak kamu, baju nyanyi minjem dari dojo.” Kaito ngeles. “Eeh.. Bajuku yang buat nyanyi itu dibeliin warisan kakek moyangku yang di Zaman Edo tau..” Gakupo ngeles juga. “Hah? Zaman Edo? Jadul amat. Halah apa buktinya, kalo aku liatin kalo kamu nyanyi bajumu itu-ituuu aja, sama kalo kerja sambilan sama aku, pakenya oblong kumel sama jeans sobek-sobek kayak apaan tau..” Kaito nunjuk ke bajunya Gakupo. “Hayah.. Kamu juga, pakenya oblong abu-abu kucel sama celana pendek abal-abalan..” Gakupo giliran nunjuk bajunya Kaito. “Jadi kamu nuduh aku KAMSEUPAY??” Kaito berdiri, sok-sok dramatis. “Hah kamseupay apaan? Tapi, iyalah!!” “AAAAARGH..”

Blablablablablabla.. Mereka debat bentak-bentakan.. Sampe akhirnya capek sendiri.. “Ah elah To. Nggak ada selesai-selesainya debat sama kamu.” Gakupo ngos-ngosan. “Iya. Po, gimana kalo kita cerita-cerita aja tentang keluarga miskin unik nan bahagia kita..” Kaito mulai nenangin suasana. “Ah nggak ah. Aib ah aib.” Gakupo nolak mentah-mentah. “Ya udah sih gapapa.. Sesama orang kismin harus saling membantu eak.” “Hmm.. Ya udah. Kamu dulu To.” Gakupo akhirnya nge-iya-in juga.
“Tapi jangan nyebar ya.. Yang tau cuma kamu sama Len doang, sama, keluargaku pastinya.” Kaito ngajuin syarat. “Iyaiya..” Dan Kaito mulai bercerita:
“Ibuku punya 9 anak. Kikaito, Akaito, Kizaito, Zeito, Taito, aku, Mokaito, Kaiko, Negaito. Bapakku pergi merantau entah kemana. Udah lamaaaa banget dia merantau, semenjak Negaito lahir. Ibuku sakit-sakitan di rumah, sedangkan rumahku itu cuman rumah kecil yang dibayar ngontrak. Nah.. Kikaito udah menikah, sekarang dia ikut istrinya ke Amerika coba?? Nggak pernah balik, nggak pernah pulang.. Apa banget? SMS nggak pernah, telpon nggak pernah..” “AKU NGGAK PUNYA PULSA!!” Gakupo memotong dengan muka sok-sok mewek. “Hayah! Korban iklan kau! Ceritaku masih panjang ini..” Kaito mengomel. “Iyaiya maaf, lanjut To.” Gakupo masih cekikikan. Dan Kaito pun melanjutkan ceritanya:
“Akaito sekarang lagi cari kerja, tapi anehnya nggak dapet-dapet, padahal udah interview sampe kemana-mana. Kizaito jadi supir taksi express tarif bawah, haduuh kasian Kizaito, pasti dia capek, soalnya dia kedapetan shift malem. Zeito jadi pegawai perusahaan tapi gajinya kecil, gara-gara dia suka difitnah sama bosnya. Untung aja ada Pak Kiyoteru, temennya yang ngebela-bela sama mempertahankan dia di perusahaan itu. Terus Taito, dia jadi satpam 24 jam di bank VocaMoney, sayangnya banyaaak banget perampok yang mau masuk bank itu, tapi selalu kalah kalo ketauan n’ berantem sama Taito, makanya dia perban-perban dimana-mana. Kalo Mokaito, sekarang dia masih SMA kelas 2, itu juga beasiswa, untung dia anaknya pinter. Kalo Kaiko, dia SMP kelas 2 sekalian ngurus rumah. Kita suka ngutang bayar sekolahnya Kaiko, terus terakhir Negaito. Dia masih kelas 4 SD, belom ngerti apa-apa, tapi dia suka cari uang tambahan caranya bantuin Bu Luka jualan di toko kelontong deket rumah. Untuuuung aja baik banget Bu Luka, ngasih uang tambahan yang banyak. Terus aku, aku kerja di Vocaloid, tapi nggak pernah dikasih kerjaan apa-apa, kerja sambilan di kedai sushi Bu Meiko, galak, nggak modal lagi. Beuuh payah payah.. Yah, ini hidupku Po.” Kaito mengangguk tanda ceirtanya sudah selesai.

“Wew.. Aku nggak nyangka separah itu To.. Malang amat yak.. Kamu pasti nggak bahagia?” Gakupo bertanya. “Eeeeh siapa bilang?? Aku bahagia kok. Aku masih ada banyak orang yang sayang sama aku hooo.. Emangnya kamu??” Kaito menunjuk Gakupo. “Heeh sembarangan. Yang peduli sama aku banyak kok. Mmm, kamu, mm, keluarga, terus, mmm…” Gakupo berpikir. “Tuuuh nggak ada kan?? Hahahaha.. Kalo aku ada dong. Selain keluarga..” Kaito melet ke Gakupo. “Hah! Nggak percaya.. Siapa aja emang?” Gakupo nantangin. “Len, sama Miku pacarku.” Kaito senyum-senyum nggak jelas. “Bahahaha.. Emang Len ngapain? Kamu kesenengan yaa yaoi an sama Len?” Gakupo nggoda. “Hayah. Siapa bilang? Len tuh baik banget sama aku tau. Asal kamu tau ya Po, dia yang beliin baju bagus yang biasa aku pake buat nyanyi, kadang dia bantuin bayar kontrakan rumahku, ato sekolah adek-adekku sama obat ibuku kalo keadaan mendesak. Hebatnya lagi, dia ngelakuin itu tanpa sepengetahuan Rin. Haduuh ya ampuun, coba nggak ada Len, pasti aku udah ngemis lampu merah.” Kaito mengatakan itu dengan berapi-api dan air mata bercucuran *halah* “Iyaiya udah udah. Jangan puji Len depan aku. Aku nggak suka Len. Kenapa sih semua orang bilang Len cakep, Len keren, giliran aku, dijelek-jelekkin. Dibilangin rambutku kayak terong. Wooi!! Len itu masih SMA! Dia masih harus sibuk ngurusin SMA nya, nggak boleh pacaran!! Ya mending pacaran sama aku lah. Yang lebih tua, lebih mapan, lebih keren.. Udah MATENG!!! Harus cepet-cepet nikah!!” Gakupo sekarang yang berapi-api. “Uugh.. -__-‘’ Bilang aja kamu cemburu.. Lagian salahnya, rambut panjang-panjang, ungu, kayak sapu tau nggak. Mbelit-mbelit tubuh kayak orang autis.” Kaito nyindir Gakupo dalem. “Heh!! Ini kulakuin demi keluargaku tau!!” Gakupo marah-marah. “Udah udah. Sekarang giliranmu Po. Cerita tentang keluargamu.”

Gakupo ngehela napas. “Hhhh.. Iya. Dengerin ya. Inget juga, jangan nyebar.” Dan Gakupo mulai bercerita:
“Keluargaku tinggal di rusun di gang kecil, rumahku di paling atas, yang jemurannya paling banyak. Bapakku kerja di bengkel sepeda di pinggir kota. Gajinya kecil. Adek cewekku, Kagura, dia sambil kuliah di universitas yang nggak terlalu bagus, kerja sambilan, tapi masalahnya dia cuma jadi mbak-mbak yang jualan bubble di pinggir jalan. Untuung aja yang punya toko bubble, Mbak Gumi, baik banget sama dia. Jadi suka dikasih bubble gratisan, yah, lumayan laah.. Ibuku. Naah ibuku. Ibuku cuma jadi ibu rumah tangga, kadang dia nyuciin baju tetangga buat uang tambahan. Tiap akhir tahun, pas gajian, ibuku masak lodeh terong pualing enak sedunia. Haduuh, itu masa-masa favoritku..” Gakupo tau-tau ngeces. “Bahahahaha.. Gakupo anak mamii.. Masih dimasakin ibunya. Hahahahaha..” Kaito ngakak berat. “Hayah! Kamu sih nggak pernah nyobain lodeh terong ibuku. Kapan-kapan yak kubawain, awas kalo nambah.” Gakupo ngencem. “Iyaiya Po. Maap. Lagian kamu enak dimasakin ibumu. Kalo aku, pasti Kaiko yang masak, masakannya dia, yah, suka keasinan ato hambar gitu deh..” Kaito curhat sambil pasang muka sedih. “Iya juga sih. Yah.. Cepet sembuh juga buat ibumu. Oiya, soal rambutku, asalnya rambutku nggak gini To. Rambutku cepak, beneran deh, cepak. Cumaaa.. Pas aku masuk Vocaloid, kata Master aku harus manjangin rambut kalo mau masuk Vocaloid. Aku nolak, terus aku cari kerja lain tapi ditolak, akhirnya aku balik lagi ke Vocaloid terus manjangin rambutku. Akibatnya, jadi gini. Asal Master tau, repot tau keramasnya.” Gakupo masang muka sebal. “Aku nggak percaya kamu cepak. Kayak apa ya kalo kamu cepak? Hahaha nggak kebayang.” Kaito cekikikan.

Nit nit nit. Jam tangan Gakupo berbunyi. “Eh To, kita harus cepet-cepet kerja nih. Hah!! 5 menit lagi!” Gakupo panik. “Hah?? Yang bener aja!! Ya udah ayo cepet pergi!” Kaito dan Gakupo berlari keluar padang rumput, langsung nyerocos ke jalan raya. “OJEK!! OJEK!! ANGKOT!! BAJAJ! APAPUN! Berhenti dong!! Kita butuh tumpangan niih..” Kaito teriak-teriak. “Heh Kaito! Malu-maluin tau..” Gakupo kaget. “Udah gapapa, tuh, ojeknya langsung dateng.” jawab Kaito. “Kemana Mas?” abang ojeknya nanya. “Ke Kedai Sushi Bu Meiko, sekarang, goncengan bertiga, GPL ya Bang!” Kaito bilang sambil naik ojeknya. “Hah? Kan itu jauh banget Mas.” Abangnya protes. “Udah nggak papa. Nyelonong aja Bang.” Kaito maksa. Dan mereka ngebut nyelonong nyalip-nyalip nggak jelas di perjalanan, sampe akhirnya telat 2 menit di Kedai Sushi Bu Meiko.

4 jam kemudian. Waktunya pulang..

“Aduduuh pegel.” Kaito jalan keluar kedai sambil mijet-mijet lehernya, Gakupo jalan di belakangnya. “KAITO!! GAKUPO!! Kalian telat terus dari dulu.. Pokoknya kalo kalian telat lagi, kalian kupecat!! Sono!! PERGI!!” JEBLAK!! Bu Meiko ngebentak mereka terus mbantu pintu, sampe papan tulisan TUTUP nya jatoh ke bawah. “Et dah. Galak amat. Pantes aja masih single.” Gakupo noleh ke belakang, ngeliatin papan TUTUP yang pecah. “Katanya kamu mau nikah, no, nikah sama Bu Meiko aja.” Kaito nyeletuk. “Kalo sama Bu Meiko mah aku nggak mau To.” kata Gakupo. “Hahaha, iya sih. Dalam 2 hari rumah ANCUR langsung!!” Kaito ngasih penekanan di kata-kata ANCUR-nya.



‘Segaaaaaaite.’.
 Ringtone HP ‘World is Mine’ Kaito berbunyi. Kaito langsung mengangkatnya. “Halo.. Iya.. Oh Master.. Iya.. Iya.. Iya aku sama Gakupo sekarang.. Hah?? Ada kerjaan?!!.. Iya Master sebentar ya..” Dan Kaito menutup telepon. “Kata Master apa?” tanya Gakupo. “Kita dapet kerjaan Po!! Ayooo! Kita langsung ke Vocaloid Headquarters!! Kita ketemu Master!” Kaito teriak-teriak kesenengan. “Wuiii.. Okeh!! Langsung ke sana!!” Dan mereka berlari menyusuri gang-gang kecil, sampai akhirnya tiba di jalan raya. “ANGKOT!! ANGKOT!! BANG!! BANG!! Berhenti Bang!! Elah.. Mau dapet rejeki nggak sih??” Gakupo sekarang yang ngomel-ngomel di jalan raya. 1 angkot berhenti. “Naik sini Mas.” kata supir angkotnya. “Pak, kita ke Vocaloid Headquarters ya?” Kaito bilang sambil masuk angkot. “Lho, Mas, itu melenceng jauh dari rute saya..” Supir angkotnya protes. “Mmmhh.. Kita bayar 2 kali lipat deh.” Gakupo menawarkan. “Lho!! Po!!” “Udah gapapa. Jalan Pak.” Dan angkot itu mengantarkan mereka dengan selamat dan tanpa nyelonong ke Vocaloid Headquarters.

“Makasih ya Pak.” Gakupo menyerahkan uangnya. Supir angkot itu menerimanya dan meninggalkan mereka. Kaito dan Gakupo, dengan oblong kucel kumel sampe hampir dikira maling sama satpamnya, nyelonong masuk ke Vocaloid Headquarters. Mereka langsung baik lift ke lantai paling atas, tempat kantor Master. Habis naik lift, mereka nempelin jari ke alat sidik jari di depan kantor. Sampe akhirnya masuk ke kantor dan menghadap ke Master mereka.

“Master!! Kami akhirnya sampe di sini.” Kaito dan Gakupo menunduk ke Master yang duduk di kursi besar. “Lama amat kalian nyampe kantor saya. Mana pake kaos abal-abalan begitu. Saya nggak mau liat lagi kalian pake baju kayak gitu ke kantor saya!” Master berkata dengan tegas. “Iya maaf Master. Soalnya tadi kami baru selesai kerja sambilan.” Gakupo menjawab. “Iya tapi saya nggak mau anggota Vocaloid DEKIL kayak kalian gini. Kalian mau apa ke kantor saya?” Master pura-pura nggak tau kalo mereka dipanggil buat nerima kerjaan. “Lho? Kan tadi katanya Master punya kerjaan buat kita?” tanya Kaito. “Iya bener. Kalian aja datengnya telat, apa buktinya kalo kalian niat kerja sama saya! Payah!” Master memandang mereka seolah-olah mereka noda di kain sutra bersih. ‘Elah rese’ banget jadi Master belagu!!’ Gakupo ngumpat dalam hati. “Kita niat Master, cuma tadi jalanan macet.” Kaito nyari alesan. “Ya sudah. Kerjaan kalian, ngisi video yaoi buat MMD.” Kata Master. “Hah? Master!! Kami nggak mau!!” Gakupo udah nyerocos, dia udah kesel banget. “Oh ya sudah. Keluar dari kantor saya.” Master nunjuk pintu. “Master nggak bisa gitu dong! Kami juga punya keluarga, punya harga diri! Len, Leon, Piko aja nggak pernah sampe segininya. Kasih kerjaan tuh yang bener!!” Gakupo protes, Kaito melotot ke Gakupo, Kaito nggak mau nyari masalah.

Segaaaite.. Ringtone HP Kaito berbunyi lagi. Kaito mengangkat telepon dan memelankan suaranya. “Halo.. Iya.. Iya.. Oh, Kaiko.. Kenapa dek?.. Hah! Ibu sakit?.. Hah? Asmanya kambuh? Obatnya abis?.. Oo iyaiya sabar ya bentar lagi kakak pulang.. Iyaiya daaah..” Dan Kaito menutup teleponnya. “Master, boleh beri kami waktu sebentar, mau diskusi sebentar.” Kaito minta izin. Master mengangguk. “Po, sini.” Dan Gakupo mengikuti Kaito berjalan keluar kantor. “Kenapa ibumu?” Gakupo langsung nanya begitu sampe luar. “Ibuku sakit lagi. Asmanya kambuh, obatnya habis. Po, tolongin aku dong.. Terima pekerjaan dari Master, biar aku bisa beli obat.” Kaito mohon-mohon. “Po, kalo cari kerjaannya maho gitu aku males. Apalagi ntar aku yang suruh napsu sama kamu, aku nggak mau!!” Gakupo nolak. Lalu tau-tau HP Gakupo berbunyi. “Iya.. Halo.. Iya Bu?.. Hah? Kagura kenapa?.. Kagura kecelakaan!! Ya ampun.. Kakinya sobek.. Iya, iya Bu, ntar Mamas ke sana..” Gakupo menutup telepon. “Aaaaaargh kenapa Kagura harus kecelakaan!! Dia sekarang di Rumah Sakit..” Gakupo panik. “Terus gimana dong Po? Kita butuh uang!! Nggak ada pilihan lain selain nerima kerjaan Master.” Kaito menatap Gakupo serius. Gakupo mikir sebentar. “Aaah ya udah lah. Kita masuk ya To.” Gakupo pasrah. “Iya!! Demi ibu!! Demi nasi 3 kali sehari, demi sekolah adek-adek.” Kaito berapi-api. “Iya, demi lodeh terong, demi Kagura. Kita siap maho!!” Dan mereka masuk. “Gimana?’ kata Master. “Iya Master, kami terima kerjaannya.” Mereka mengangguk. “Bagus, besok dateng ke sini, lantai 5, jam 10 pagi. Inget, pake baju bagus ya.. Nih, uang muka kalian, kalo kalian bisa bagus akting yaoi-nya, kalian dapet gaji ekstra.” Master menyerahkan amplop coklat ke mereka. “Makasih Master, kami pamit.” Dan mereka pergi meninggalkan kantor.

Mereka berjalan lesu turun ke lantai dasar. “Malang amat nasib kita.” Gakupo mengeluh di dalam lift. “Iya ya Po, kapan yaa kita dapet rejeki?” Kaito juga mengeluh. “Kamu habis dari sini langsung pulang?” Gakupo bertanya. “Nggak aku ke apotik bentar, kamu mau ke RS?” tanya Kaito. “Iya.” Gakupo mengangguk.

Setelah sampai lobby, mereka berjalan ke jalan raya. “Po cepet sembuh ya Kagura.” Kaito berteriak ke Gakupo yang sudah menyeberang jalan ke halte bus. “Iya To, ibumu juga.” Gakupo berteriak. Kaito berjalan ke apotik lalu naik bus kea rah rumahnya. Setelah sampai rumah Kaito langsung memberi ibunya obat dan tidur. Sesampainya di RS Gakupo membayar biaya dan menemani Kagura menjahit kakinya.. Besok, mereka siap bermaho demi keluarga!!


NB: Maaf yaa semua kalo cerita ini kesannya ngejelek-jelekkin Kaito Gakupo. Tapi nggak kok, aku juga suka Kaito. Ini fiktif belaka, nggak ada kaitannya sama cerita asli Vocaloid. Tapi, mudah-mudahan kalian terhibur. Makasih yaa udah baca! J XD

Ide Cerita

Posted by :

Unknown

Date:

Sabtu, 16 Juni 2012

0 komentar
Ano~ Kalau punya ide cerita tolong sumbangin ke aku ya~ Bisa lewat komentar atau email aku langsung ya~ Mohon bantuannya~ =D

Proof of Life

Posted by :

Unknown

Date:

Jumat, 15 Juni 2012

0 komentar



Sudah 3 bulan Rin sakit, Len berusaha menyemangati Rin dengan berkata "Semua bakal nggak apa-apa, aku janji kakak bakal sembuh". Walaupun Len tidak tahu sebenarnya bagaimana cara menyembuhkan penyakit kakaknya tersebut. Rin sudah dibawa ke beberapa dokter, dan kata mereka penyakit ini sudah tidak bisa disembuhkan. Suatu pagi Len datang ke kamar kakaknya membawakan Rin susu hangat.

 "Rin bangun?" "iya Len...ada apa?" "Nih aku bawakan susu hangat" "Oh.. ya terima kasih Ya Len~"

PRANG!! Tiba-tiba gelas yang dipegang Rin jatuh ke lantai dan pecah .

"R-Rin... kamu... gak papa?" Di muka Len terlihat perasaan panik yang sangat amat. Sementara Rin tidak mau menyusahkan adiknya itu. "Iya.. aku nggak apa-apa... Mungkin aku butuh udara segar... Len.. nanti sore kau mau menemaniku nggak? Aku ingin main di luar sebentar..." "Ah tapi kan... kondisimu Kan seperti ini!" "Sebentar saja ya~ please~" "Yasudahlah... Istirahat dulu disini"

Lalu Len keluar kamar Rin dan menutup pintunya. Air mata langsung membasahi pipinya. Len sudah tidak tahu harus bagaimana lagi. Dia bingung, namun dia ingin menyembuhkan kakak kesayangannya itu. Siangnya Len datang lagi ke kamar Rin. Len mendapati Rin yang sedang memandang keluar kaca dengan muka yang sangat sedih. "Oi Rin.." "Iya?" "Mau temani aku main piano?" "Boleh =D" "Kamu yang nyanyi ya?" "Siip~!"

Fuyu wo tsugeru kaze no koe ni
Mimi wo katamuke furueru karada
Tonari ni iru anata no iki
Shiroku natte samusou
Kotoshi mo mata inochi wa kare hate
Yagate kuru haru wo machi wa biru
Inochi no rensa wo kiki nagara
Mebuite yuku hikari no naka de
Kuchi de yuku sadame to
Wakatte nao tsuyoku
Iki shite ita iyo utatte itai
Watashi ni mo nani ka nokoseru to ii na
Watashi ga iki ta inochi no akashi wo…
Kanashii uta ni wa shitaku nai yo
Nee onegai ima kono toki dake wa
Waratte itai yo… anata no yoko de
Yasashii uta wo utatte itai

 Air mata Len menetes saat ia berjongkok di depan Rin. "Rin.. aku janji... nggak.. aku sumpah bakal nyembuhin penyakitmu.... Aku yakin kita masih bisa bernyanyi bareng-bareng kayak dulu lagi... Aku.. Aku---" Rin yang sekarang berdiri dengan lututnya memeluk Len dan tersenyum hangat "Len... aku sudah tau kalau penyakitku ini nggak bisa disembuhin... Kamu nggak perlu nutupin lagi... Aku tahu.. maksudmu baik... Biar nyemangatin aku... semangat buat hidup... tapi gak papa Len.. aku mudah-mudahan nggak akan pergi dari sisimu.." Len sudah tidak bisa menahan tangisnya, Len memeluk kakaknya itu erat-erat, seakan tidak ingin ditinggal pergi.

Sorenya Rin sudah bersiap-siap dengan syalnya yang biru, kembaran dengan Len. Rin langsung berlari keluar dengan wajah polos dan riangnya itu. "Len~ Len~!!" "Apa?" "Foto dulu yuk~!" "Ok Boleh =D"


"Wee~ Bagus~ Aku gitu lho yang foto~!" "Hahahah Dasar.." "Okee~!! Siiaaaap~? Mulai~!!" "Eh??!!"
Rin dengan semangatnya melempar bola salju ke arah Len, yang tepat sasaran. Len tidak ingin kalah dia mulai membentuk bola saljunya, "Len!" Len menengok "Len...terima...ka..sih..."

BRUK.....

Len yang terpaku dan speechless itu berjalan ke arah Rin yang terbaring diatas salju, mukanya yang tak berdosa menunjukan perasaan lapang dada. "Rin?...." Tidak ada respon sama sekali dari Rin. "Hoy... Rin!...Oooh!! Aku tauu!! Ini salah satu taktikmu biar aku kalah perang salju kan~? udaah ngaku ajaa~!" Rin tidak merespon. "Oy... Rin... Gak lucu ah!...oi..Rin..Jawab!...oi...ri..n....RIN!!!" Len mengangkat tubuh Rin yang sudah lemas itu, saat Rin sudah ada di dekapan Len, kepalanya terjatuh lemas ke belakang. 

"Rin... nggak....RIN!!! NGGAK!!! KAMU NGGAK MUNGKIN GAK ADA!!! RIN BANGUN!!! JANGAN BERCANDA!! RIN!!! AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!! MANA JANJIMU?!! MANA?!! KATANYA KAMU GAK BAKAL NINGGALIN AKU?!! KATANYA KAMU BAKAL BERADA DI SISIKU TERUS?!! RIN!! MANA JANJIMU?!!.... Rin.... rin....rin.... tolong.... rin.... tolong bangun...." Len memeluk erat kakak kembarnya itu sambil menangis meraung-raung. Sekencang apapun Len berteriak, Rin tidak akan merespon, karena Rin sudah pergi dan nggak akan kembali lagi. Saat itu juga Len terbayang sosok Rin yang tersenyum hangat dibenaknya...

   The End.....

[Maaf~!! Kalau ada yang penggemar Rin~!! Maaf yaa~!!! Uwaa~!! Aku hanya menceritakan berdasar Lagunyaa~!! >< btw, makasih kalau sudah baca~]






Vocaloid no Nichijou

Posted by :

Unknown

Date:

0 komentar



Vocaloid no Nichijou


Bel pagi sekolah sudah berbunyi. Kaito berjalan melewati gerbang masuk, lalu sesosok gadis polos berambut hijau tosca berlari ke arahnya dengan riang. "Paaaagiii Kaitoo~!" sapanya dengan muka ceria, yang entah kenapa membuat muka Kaito yang seperti orang yang masa depannya suram menjadi sedikit lebih ceria, "Pagi Miku~". Nama gadis itu Miku Hatsune, sahabat sejak kecil Kaito. Gadis yang cantik dan manis ini pastilah disukai banyak laki-laki dikelasnya, karena sifatnya juga baik dan ramah kepada siapapun. Bisa dibilang dia hammpir perfect....cuman...dia suka makan bawang! 

Sebenernya Kaito suka sama Miku udah lama, tapi Miku gak tau, trus Miku juga suka Kaito, tapi Kaito gak tau.Sayang ya...

[ampuun.. dikit banget ya.. -__- maaf yaaaa lain kali aku update lagi~Aku udah dijemput temen~ Ciao~!]


Copyright © 2012 Vocaloid Daily Story | Len Kagamine Theme Designed by Rine