“Kaito..!!
Kamu belom nyuci baju minggu iniii!! Giliranmu nyuci baju!!” Meiko
memanggil-manggil Kaito di apartemen mereka. “KAITOOOO!!” Meiko berteriak.
“Lho? Kak Meiko, bukannya Kak Kaito lagi kencan ya sama Kak Miku?” Len
berteriak dari balik PSPnya. “Hah? Masa’ iya mereka kencan lagi? Hellooooo ini
kencan kesepuluh mereka dalam sebulan!! Pacaran macam apa itu? Maniak??!!”
Meiko marah-marah. “Yah kak, santai aja lah kak.. Kata Kak Kaito sih tadi, pas
berangkat katanya dia mau nemenin Kak Miku ke supermarket buat beli daun bawang.” Len menjawab dengan santainya.
“Yaa tapi kenapa aku terus yang kedapetan nyuci baju, nyetrika, nyapu, ngepel,
apartemen ini milik kita bersamaaa!! Mentang-mentang liburan dari Master, nggak
pernah bersih-bersih.” Meiko semakin berapi-api. “Kenapa kakak nggak nyuruh aku
bantuin kakak?” Len berkata sambil mematikan PSP-nya. “Ta, tapi kan kamu, lagi
asyik main PSP.” Meiko tersentak dan menatap Len. “Kalo kakak nyuruh aku dari
tadi sih, aku juga udah bantuin kakak nyuci baju. Sini mana bajunya?” Len
berdiri. “Mmmm.. Di situ.” Meiko menunjuk keranjang yang penuh dengan cucian
kotor. Maklum, di apartemen mereka tinggal Meiko, Miku, Len, Rin dan Kaito.
Dulu sebelum Gakupo dan Luka menikah, mereka juga tinggal di apartemen itu. “Weleh
-__- Sekarang aku ngerti penderitaan Kak Meiko, oke, bentar ya kak aku mau
nyuci dulu.” Dan Len berjalan melewati Meiko yang cengok.
Meiko
menggelengkan kepala. “Dasar anak baik. Rin aja nggak pernah serajin itu.”
Meiko berkata pada dirinya sendiri. Meiko lalu mengambil sapu dan mulai menyapu
lantai. ‘Ugh.. Kenapa sih dari dulu aku
selalu mikirin Kaito? Kenapa kalo denger Kaito kencan sama Miku, perasaanku
campur aduk? Ada marah, kecewa, apa-apaan tuh? Nyusahin aja.’ Meiko berkata
dalam hati. ‘Apa aku suka sama Kaito?
Aaaaah nggak nggak. Buat apa suka sama orang nggak berguna kayak gitu? Yang
nggak pernah nepatin janji mau bantuin bersih-bersih.’ Meiko menggeleng dan
mulai melupakan masalah itu, lalu ia melanjutkan pekerjaan menyapunya.
Jam
menunjukkan pukul 7 malam. “Aku pulaaaaaaang..” Miku masuk apartemen dengan
ceria. “Aku juga.” Kaito berkata datar sambil membawa 1 keranjang daun bawang
dan beberapa fast food lainnya. “Weee
Kak Miku udah pulang.. Bawa apa tuh kak?” Rin kebetulan juga sudah pulang dari
nge-mall sama Gumi, temannya. “Bawa
daun bawang impor. Waah ini kualitas tinggi loh. Lebih mahal.” Miku menjawab
ceria. “Kaito, makasih ya udah beliin aku daun bawang nya.” Miku tersenyum.
“Mmh, iya sama-sama Miku.” Walaupun semua itu menghabiskan seluruh isi
dompetnya. “Kalian dari mana aja?” Meiko berkacak pinggang di dapur. “Supermarket.” Kaito menjawab tanpa rasa
bersalah. “Kaito, kamu lupa hari ini kan giliranmu nyuci baju?” Meiko
memelototi Kaito. “Eh? Masa’ iya sih?” Kaito kebingungan, ia mengecek kalender.
“Oooo iya.. Ya ampuuun. Aku lupa Meiko, sini mana cuciannya..” Kaito berjalan
ke dapur membawa sekeranjang daun bawangnya, siap ia taruh di lemari es. Meiko
kembali ke pekerjaan memasaknya, dan Kaito tercengang melihat Len di dapur
membantu Meiko. “Udah Len, sana kamu main sama Rin.” Meiko tersenyum pada Len.
“Iya makasih ya kak.” Len mengangguk, lalu berjalan keluar dapur dan bergabung
bermain dengan Rin dan Miku.
“Eeeh
maaf banget Meiko aku lupa kalo hari ini bagianku.” Kaito meminta maaf. Meiko
hanya terdiam dan memasang muka sinis. “Meiko?” Kaito terheran. Akhirnya Meiko
berbicara, “Kamu kemana sih kalo kencan sama Miku, bisa seharian gitu?” “Yaaaah
biasanya makan siang, terus ke supermarket,
kadang ke Taman Impian. Aku udah paling seneng kalo kita ke Rumah Hantu..”
Kaito tersenyum-senyum sendiri. “Aku nggak nanya kamu kemana aja sama dia.”
Meiko mengomel sebal. “Woi, napa sih kamu? Masalah banget kalo aku jalan ama
Miku.” Kaito menyerang Meiko. “Ih, apaan? Aku cuma nanya kok.” Meiko mulai emosi.
“Oooh ya udah nyante dong mukanya. Meiko yang aku kenal nggak kayak gitu. Meiko
yang kukenal pas SMP orangnya enjoy, walaupun pendiem, serem, nggak ada
senyum-senyumnya, jahat, kejam, pemarah. Hahahaha..” Kaito mencoba membuat
Meiko tertawa. “Diem nggak? Ato nggak keluar dari dapurku!” Meiko mulai
mengancam, tapi.. Pisau yang ia pegang dia acungkan ke arah Kaito. “I, iya iya.
Maap maap.” Kaito pucat. Meiko menurunkan pisaunya. ‘Ya ampun. Hawa pembunuh apa itu tadi?’ Kaito berkeringat. Lalu
Kaito melakukan pekerjaannya, yaitu mencuci piring.
Semenjak
kejadian itu Meiko tidak tersenyum sedikit pun ataupun berbicara. Dan Kaito,
yang punya firasat nggak enak. Jaga jarak dari Meiko saat makan malam, tapi,
bahayanya, malah deket-deket ke Miku. “Miku, aku sebelahmu ya..” Kaito membawa
piringnya ke sebelah Miku. Miku mengangguk. “Makasih ya Kaito udah beliin aku
daun bawang impor, lumayan tuh buat temen makan besarku.” Miku tersenyum
menunjuk ke piringnya. “Iya sama-sama Miku.” Kaito tersenyum. “Eh, Miku, kamu nggak
nyadar ya kalo makan daun bawang bikin keringetmu bau tau. Bau kecut kayak
orang nggak pernah mandi. Oya Kaito, bukannya uangmu itu buat beli es krim
kesukaanmu yang rasa vanilla yang
enak yang nggak gampang meleleh itu? Gimana sih, uang kok cuma buat beli daun
bawang nggak mutu?” Meiko menyindir pedas di tengah suapan makanannya. “Me,
Meiko. K, kok ngomongnya kayak gitu?” Miku memasang muka panik. Sedangkan Kaito
memelototi Meiko. “Yah, cuma biar kamu sadar kalo beli daun bawang
banyak-banyak nggak bagus.” Meiko memelototi Miku dan mencengkeram garpunya.
Rin, yang duduk di sebelah Meiko, duduk lebih jauh dan mendempet ke Len.
Sedangkan Len, mengunyah makanannya cepat-cepat agar tak terlibat. “Aku masih
ada banyak simpenan di bank. Emangnya kamu? Kere’?” Kaito menyindir balik. “Aku
juga ada di dompet sama di bank.” Meiko mengendurkan cengkeramannya. “Aku
duluan makannya. Udah nggak napsu.” Meiko membanting garpunya, lalu pergi dan
masuk kamar.
“Apaan
tuh??” Kaito memandang piring Meiko yang masih setengah sambil mengernyit
mendengar bunyi pintu kamar dibanting. “Serem amat Kak Meiko.” Rin mengernyit
juga sambil menjauh dari Len dan makan dengan posisi biasa. “Aku terakhir liat
dia kayak gitu pas SMA pas dia nyobek buku paketku, cuma gara-gara pas ulang tahun
segala barangnya kuumpetin.” Kaito mengingat masa lalu. “Weleh, segitunya.” Miku
angkat bicara. “Iya dia emang sahabatku yang paling kejam sedunia.” jawab
Kaito. “Lha emang kakak kenal Kak Meiko dari kapan?” tanya Len. “Dia sesekolah
sama aku pas SMP SMA, plus tetangga sebelahku. Terus, di antara cowok yang
lain, aku yang paling sering digebukin, tapi, aku yang paling sering dia ajak
ngobrol. Aneh dia mah, katanya obsesinya jadi Polwan, tapi nggak boleh sama
mamanya. Ya udah dia stuck di
Vocaloid sama kita.” jelas Kaito panjang lebar. “Tapi, Meiko nggak suka sama
kamu kan Kaito?” Miku nanya frontal. “Hah? Ng, nggak tau deh.” Kaito kaget Miku
bertanya seperti itu. Mendengar jawabannya Miku mengangguk. Akhirnya Len
mengalihkan topik, “Mmmm.. Hehe, tadi kalian kemana aja?”
Di
dalam kamar.. Meiko tiduran telentang di kasurnya. “Baka.. Tadi kenapa aku
konyol gitu sih? Aaaaaargh!! Perasaan cewek itu nyusahin!” Meiko membanting
guling ke lantai. Meiko menyadari, bahwa keinginan sebenarnya adalah, ia ingin
mengobrol dengan Kaito tentang semua yang mereka biasa bicarakan dulu. Cuma,
sepertinya Miku bukan tipe cewek yang tomboy sepertinya. Dan tidak akan
membicarakan tentang, mmm, anime shonen
yang baru terbit, pertandingan tinju, sepak bola, dan semuanya. Dulu, Meiko dan
Kaito hidup sederhana, rumah mereka bersebelahan. Jika ada badai, biasanya
mereka akan membetulkan antena TV bersama di atap sambil membicarakan tentang
pertandingan bola semalam. Atau mereka akan membuat layang-layang dan lomba
main layang-layang, malah kadang jika ada kerja bakti, mereka akan membersihkan
selokan bersama, menangkap kecebong (?). Apabila Meiko berulang tahun, Kaito
akan melakukan sesuatu yang membuatnya marah, dan Meiko akan menggebukinya
habis-habisan. Walaupun begitu, Kaito tetap melakukannya setiap tahun.
Pokoknya, sahabat deket buanget deh. Tapi kenapa sekarang malah pacaran sama
Miku? Kenapa kalo Meiko ulang tahun, dia cuma ngasih ucapan selamat doang?
Semua gara-gara Miku! Tapi ia tidak membenci Miku, anehnya. Ia hanya marah pada
Kaito. Dan, besok ulang tahunnya, ia berpikir apakah Kaito akan ingat atau
tidak.
Esoknya..
Mereka semua terbangun jam 7 pagi. Meiko terbangun lalu nyamperin Miku. “Miku,
maap yaa kemaren kata-kataku nggak sopan.” “Mmm.. Yaa nggak papa kok Meiko.” Miku
tersenyum. “Makasih ya.” Meiko tersenyum juga. “Meiko, sekarang giliranku nyuci
baju ya?” tanya Miku. “Iya kayaknya.” jawab Meiko. “Oke aku nyuci dulu ya.”
Miku pergi ke keranjang cucian. “Miku aja inget nyuci masa’ kamu nggak?” Meiko
menatap Kaito sinis. Kaito tersedak di minumannya. “Uhuk uhuk. Ehem.. Iya
maap.. Kayak kamu nggak pernah salah aja.” Kaito menyindir Meiko, dan langsung
pergi keluar apartemen. Meiko tersinggung, dan pergi begitu saja, ia kecewa,
karena sepertinya Kaito tidak ingat hari ini hari apa. Meiko pergi ke dapur
untuk menyiapkan sarapan, tapi ia heran Rin sudah di sana menyiapkan makanan.
“Lho? Rin?” “Kakak istirahat aja sekarang. Aku aja yang masak, kalo keasinan
maap.” kata Rin. “Oh.. Bener nggak papa nih Rin?” Rin mengangguk. Lalu Meiko
pergi mengambil sapu, tapi ia heran, Len sedang menyapu lantai. “Len? Ngapain
kamu?” “Nyapu. Kakak nggak usah kerja dulu aja.” jawab Len. “I, iya deh. Kaito
mana?” tanya Meiko. “Tadi katanya keluar mau beli es krim yang nggak gampang
meleleh.” Len menjawab santai. “Suka banget kabur dari masalah. Kalo gitu aku
mau hajar dia..” Meiko lalu pergi keluar apartemen, lagi-lagi membanting pintu.
Rin mengernyit, dan mengatakan “Kak Miku, kalo udah gede, pastiin Kak Miku aja
yang nikah sama Kak Kaito. Soalnya kalo Kak Meiko yang nikah sama Kak Kaito,
ancur pintunya.”
Kaito
berlari keluar dari apartemen. Segera berlari ke jalan raya. Di tangannya, ia
membawa semua sepatu kets Meiko di apartemen, dan juga sandal swallow andalan Meiko. Ia berlari menuju
ke pertokoan, ke toko es krim favoritnya. Setelah itu, ia berlari ke pinggir
sungai, tempat ia biasa melihat ngomongin anime
Jepang dulu ketika masih SD bersama Meiko. Kaito duduk di sana sambil pura-pura
makan es krim. “KAITOOO!!!!” teriakan Meiko terdengar dari kejauhan, ia berlari
sekuat tenaga *ibaratin aja kalo di komik, lari sampe ada asep-asepnya sama
marah-marah yang mulutnya kotak itu*. BUAK!! Meiko menendang Kaito. Kaito
terpental, “Aaaaaaah.. Es krim kuuu!!!” Kaito berteriak, es krim nya meleleh
dan jatuh ke sungai. “Kaito!! Ngapain sih kamu kabur dari apartemen!! Sepatuku
dibawa semua, aku ke sini nyeker dikatain orgil tau nggak?? Hiyyaaa..” Meiko
menonjoknya lagi. Kaito terjerembab di tanah, pipinya biru. “Kenapa sih Mei? Es
krimku jatoh semua tau..” Kaito memprotes. “Aku nggak peduli es krim! Mana
sepatuku??!! Itooo!!!” Meiko meneriakkan panggilan masa kecil mereka. “Elah ini
ini ini..” Kaito menyerahkan kresek berisi semua sepatu dan sandal Meiko. “Mei,
nggak usah emosi dong.” Kaito mengusap bajunya. Rupanya saking ramainya Jepang,
tidak ada yang sadar ada dua orang berkelahi di pinggir sungai. “Lagian ngapain
kamu nyembunyiin sepatuku?? Aku ngejar kamu sampe sini, nyeker, dikatain
orgil..” “Salahnya ngapain ngejar aku?” Kaito nyolot. “Idiiih.. Kalo sama kamu,
nggak pernah ada yang aman!” Meiko membentaknya. “Kamu lupa ya, tandanya apa
kalo aku ngumpetin barang-barangmu?” Kaito bertanya. Meiko terdiam, dan ekspresinya melunak, tapi
“Nggak!” jawabnya. “Nggak usah pura-pura lupa! Kamu masih marah gara-gara
kemaren?” “Iyalah!!” “Kenapa harus marah? Kemaren itu anniv ku yang ke 3 tau
pacaran sama Miku.” “Terus??” “Yaa kamu doain biar aku langgeng sama Miku. Kamu
harusnya seneng kalo sahabatmu ini bisa pacaran lama. Nggak playboy.” “Nggak mau!!” “Kamu kenapa
sih? Nggak suka aku pacaran sama Miku?” Meiko terdiam. “Jawab Mei!” Kaito
memaksa. Meiko tidak menjawab. Ia menunduk, pura-pura memakai sepatunya, ia
menangis.
Kaito
menunduk juga, mendengar isakan dari Meiko, mengira Meiko pura-pura nangis.
“Deh. Nangis.. Hahahahaha payah Meiko.” Kaito mentertawakannya. Meiko sekarang
berhenti memakai sepatunya, tapi menaruh wajahnya di tengah lututnya, dan
menangis keras. Kaito melotot, ia tidak tau Meiko beneran menangis. “Eh eh
Meiko.. Maaf..” Kaito mulai panik. Meiko tetap menangis. “Iya iya. Met ultah.
Aku cuma mau ngucapin itu kok. Kok jadi kamu yang nangis?” Kaito pura-pura
tidak panik. Meiko mengangkat wajahnya. “Bodoh. Ka****t. Go***k. B*go. T**ol!!
Ngapain aku nangisin kamu?” Meiko berhasil tidak terisak lagi. “Lha barusan.
Jawab Mei, kamu nggak suka aku pacaran sama Miku?” Kaito menanyakan hal yang
sama. “Kalo aku jawab nggak suka, emangnya kamu bakal putus?” tanya Meiko.
“Nggak lah. Miku itu paling top.” Kaito menjawab jujur. “Terus ngapain nanya
gitu ke aku?” Meiko membentaknya lagi. “Nanya aja. Habis kamu selalu marah kalo
aku nyebut-nyebut nama Miku. Kan aku nya jadi nggak nyaman.” jawab Kaito.
Ekspresi Meiko melunak kembali. “Oh.. Terus?” “Yaa kamu itu sahabat deketku
Mei. Nanti kalo aku nikah sama Miku, aku mau nya kamu jadi pengiringnya Miku.
Sebelum hari itu, aku harus rukun lah sama kamu.” Kaito senyum-senyum. “Jadi
aku ini dimanfaatin cuma buat pengiring pengantin?” tanya Meiko. “Aaaargh.
Bukan begitu. Aku ngerti selama ini kamu kesepian. Soalnya aku juga selalu
mentingin diriku buat pacaran sama Miku. Jadi..” Kaito menatap Meiko serius,
Meiko juga menatap Kaito penuh harap. Kaito terdiam..
“Jadi
ntar aku bantuin kamu cari jodoh.” Kaito mengacungkan jempolnya dan tersenyum
lebar. Meiko menunduk lesu. “Aku bisa cari jodoh sendiri.” Meiko memalingkan
wajahnya. “Eeeehh.. Meiko!! Kamu sahabatku!! Jangan ngambek gitu dong elah..”
Kaito mulai panik kembali. Meiko hanya menatap Kaito sinis. “Meiko!!” bentak
Kaito. “Iya iya maaf Ito.. Bukannya aku nggak suka kalo kamu pacaran sama Miku.
Tapii.. Yah.. Nggak berarti kamu lupa urusan bersih-bersih. Aku.. Aku..” Meiko
terbata-bata, ingin sekali mengatakan “suka sama kamu”. “Kamu paling kalo aku
yang bersih-bersih kan? Soalnya lantainya jadi kinclong. Iya iya.. Gampang.. Aku
janji deh bakal selalu inget jadwal bersih-bersih. Maaf Mei soal kemaren. Kamu
nggak marah lagi?” tanya Kaito bersemangat. “Iya nggak.” Meiko akhirnya
menjawab. “Siip. Kamu jadi pengiringnya
Miku ya kapan-kapan??” Kaito kembali bertanya hal itu. “Iya udah.” Meiko mengangguk. “Siiipp.. Pulang yuk. Kita
bersih-bersih.” Kaito tersenyum. Dan Kaito mulai berjalan. Ctak!! Meiko
menjitak Kaito “Itu buat sepatuku. Ya udah ayo pulang. Jangan lupa
bersih-bersih lagi.” Meiko mengingatkan sambil pura-pura ketus. “Siip.. Nanti
aku jodohin kamu sama kakakku deh.. Akaito, biar kamu nggak kesepian lagi.”
Kaito tersenyum. Meiko tersenyum miring ke Kaito. ‘Ya udah nggak papa. Yang penting dia masih inget ulang tahunku.’
Dan Meiko memutuskan untuk tidak marah lagi.
Sesampainya
di apartemen.. “Kami pulaaaang..” Kaito berteriak girang. Apartemen gelap..
Seketika lampu dinyalakan. “SELAMAT ULANG TAHUN MEIKO!” dan Len, Rin, Miku
berteriak. Di meja depan TV, 2 botol Coca-Cola yang besar diberi pita. Dan
beberapa makanan disiapkan di meja makan.. Meiko kaget. “Hah? Apaan nih?” Ia
berseri-seri. “Kan kamu ultah Meiko.” jawab Miku. “Ngapain repot-repot?
Kerjaanku di sini kan cuma marah-marah doang..” Meiko kaget sekali. “Yaah kita
sadar kalo selama ini selalu kamu yang bersih-bersih. Jadi kita siapin ini
semua deh.” jawab Miku. “Waah makasih..” teriak Meiko. “Kak Meiko, itu ayo
sarapan bareng.” Kata Rin. Dan mereka berjalan ke meja makan. Sekarang Kaito
duduk sebelah Miku lagi, dan Meiko di sebelah Len dan Rin. Tapi sepertinya ia
tidak keberatan.
“Kak,
gimana bisa baikan sama Kak Kaito?” Len berbisik pada Meiko. “Yaah.. Kalo kamu
suka sama orang Len, kamu rela ngapain aja.” Meiko menjawab. “Ooh.. Jadi Kak
Meiko suka sama Kak Kaito..” Len menyuap makanannya. “Iyaah gitu lah. Jangan
bilang siapa-siapa ya.. Tapi aku udah seneng dia inget ultahku. Kalo Len suka
sama siapa?” Meiko bertanya. “Mmm.. Kalo suka maksudnya gimana sih kak?” tanya
Len. “Yaaah.. Ada cewek yang kamu suka nggak?” Meiko memperjelas. “Selama ini
aku sayang banget sama Rin.” Len menjawab tanpa mengerti maksudnya. “Euh.. Ya
paling ntar kamu nemu sendiri.”
Sepanjang
hari itu mereka lewati dengan bersih-bersih. Liburan dari Vocaloid sudah
selesai, besok mereka akan masuk kerja lagi. Dan mereka siap untuk bekerja.
Sepertinya mulai hari ini, Meiko juga tidak keberatan kalau Miku dan Kaito
pacaran J
NB:
Selesaii deh. Maaf kalo ada yang nggak setuju sama cerita ini. Kalo mau kritik
atau apapun silakan. Aku nerima kritikan apa aja. Maaf kalo agak garing ato sok
sinetron. Selamat membaca.. :D Oya, “baka” itu bahasa Jepangnya “bodoh”
0 komentar: